Selasa, 22 Desember 2015

                     PENDIDIKAN  DASAR DALAM  RUMAH TANGGA

I.PENDAHULUAN
Manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan   yang paling sempurna dari ciptaan Tuhan yang lainya, karena manusia memiliki potensi diri  yang dapat dikembangkan secara optimal, selain dari itu manusia merupakan makluk sosial,dan  juga sebagai makluk individu.Menurut Prof.Dr.Jalaluddin dalam bukunya MempersiapkanAnak Sholeh,Salahsatu upaya yang paling efektif untuk mengembangkan potensi diri adalah melalui pendidikan dan sosialisasi.[1]Karena manusia merupakan makluk yang kompleks maka manusia tidak bisa berkembang secara optimal hanya dari satu sisi saja,misalnya hanya dari pendidikan saja atau hanya bersosialisasi saja.Keduanya tetap seiring.Hasil dari pendidikan menjadikan manusia  berkembang dari  sisi berfikirnya.Sedangkan hasil dari bersosialisasi manusia melestarikan nilai- nilai budaya.Perkebangan diri manusia itu terakumulasi dalam bentuk sikap, prilaku dan cara berfikirnya,  dari anak- anak menjadi dewasa.dan menjadi manusia yang bijak dalam bersikap dan mengambil keputusan.
Sebagai mahluk sosial, setelah dewasa baik itu laki- laki maupun perempuan,seperti pernyataan Bambang Widianto yang dikutip oleh Prof.Dr.Jalaluddin dalam bukunya MempersiapkanAnak Sholeh, yang mengatakan bahwa pemeliharaan dan pelestarian nilai-nilai budaya ini terkait dengan enkulturisasi.Tujuan dari enkuiturasi adalah untuk mengubah respons biologis anak menjadi tingkah-laku budaya yang secara sosial disetujui..[2] Dalam hal  ini, manusia lahir berkebang  menjadi dewasa lalu  akan  berkeluarga melalui pernikahan,biasa disebut berumah tangga.
Rumah tangga terbentuk dari pernikahan  antara laki- laki dewasa dan wanita dewasa yang berkeinginan membentuk sebuah keluarga Rumah Tangga adalah suatu kumpulan dari masyarakat terkecil yang terdiri dari pasangan suami istri,  mertua, dan sebagainya. Terwujudnya rumah tanggga yang syah setelah akad nikah atau pernikahan, sesuai dengan ajaran agama dan undang-undang[3]
Dikatakan suatu masyarakat apabila adanya manusia yang  lebih dari satu orang dan saling berinteraksi. Sedangkandi dalam keluarga terdapat dua atau lebih,pribadi yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan,dan  hidupnyadalam satu atap yang disebut  rumah tangga.Setiap pribadi saling berinteraksi satu sama lain yang  memiliki perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan.
dari Hasil dari pendidikan itu manusia akan tampak dalam bersikap dan bertindak. di dalam lingkungannya/masyarakatnya saat dia berinteraksi. Karena manusia  merupakan makluk sosial, maka itu manusia selalu berinteraksi dengan manusia yang lainya.
Seperti yang dikemukakan oleh Hasan langgulung yang dikutip oleh Prof.Dr.Jalaluddin dalam bukunya MempersiapkanAnak Sholeh,bahwa salah saatu  pendekatan pendidikan adalah pendekatan sosial yaitu pendekatan yang mengupayakan agar pewarisan nilai –nilai budaya oleh generasi tua kepada generasi muda,agar nilai –nilai budaya tersebut dapat terpelihara dan terlestari.[4]
Berdasarkan  uraian di atas,  yang akan  jadikan  bahasan adalah bagaimana perandan fungsi  keluarga bila dikaitkan dengan pola asuh serta mendidikanak-anaknya sesuai dengan Pendidikan Islam.
II.PEMBAHASAN
A. Pendidikan Dasar dalam Rumahtangga
1.Pendidikan Dasar
Pendidikan berasal dari kata  didikyang berartibimbingan,arahan pembinaan,dan pelatihan ;kemudian mendapat awalan pen- dan akhiran -an yang berarti memberikan  bimbingan, arahanpelajaran dan sebagainya.[5]Dalam bahasa Inggris terdapat kata education yang berarti pendidikan;dan kata teaching yang berati pengajaran; training yang berarti pelatihan, upradingyang berarti pembinaan;tutorial yang berarti pengajaran secara mandiri, coaching  yang berarti pelatihan singkat,dan guidance yang berarti bimbingan.[6]Dalam bahasa Arab, istilah ini sering diterjemahkan dengan “tarbiyah” yang berarti pendidikan.[7]
Selainitu istilah“tarbiyah”yanglainberarti,pengajaran,pembinaan,kehidupan,memberimakan dan menumbuhkan.[8] Kosa kata al-tarbiyah,dibedakan dengan katata’lim,yang berarti( pemberitahuan tentang sesuatu, nasihat, perintah,pengarahan, pengajaran ,pelatihan, pembelajaran,pendidikan dan pekerjaan sebagai magang dan masa belajarsuatu keahlian,juga kosakata al-ta’dib, yang berarti,pendidikan, disiplin, patuh dan tunduk pada aturan,peringatan atau hukuman serta penyucian, juga terdapat, al-tahzibyang berartimenghilangkan bagian –bagian atau kata –kata yang tidak patut,dari buku, surat, dan sebagainya, perbaikan, atau perubahan,latihan perintah mengerjakan sesuatu,pendidikan , asuhan, didikan asuhan, budaya dan kehalusan budi bahasa, perbaikan dan kemurnian, al- mau’idzah, yang berarti,mengajar, kata hati, suara hati, hati nurani, memperingatkan atau mengingatkan mendesak atau menperingatkan, al-riyadhah. yang berartimenjinakkan,mendobrak, dan membongkar , melatih menenangkan dan menentramkan, mendamaikan dan memperagakan,melatih mengatur, menemukan untuk membuat mudah dikerjakan ,mencoba membawa keliling, al- tazkiyah, yang berartipermurnian,pembersihan, kesucian kemurnian ketulusan hati kejujuran dapat dipercaya , pengesahan kesaksian , catatan yang dapat dipercaya dan dihormati, al-talqin, yang berartiperintah atau anjuran, pengarahan, pengimlaan,  ,sindiran, tuduhan tidak langsung,dorongan,al-tadris, yang berartipengajaran atau yang mengajarkan,perintah, kuliah,atau uang kuliah,, al-tafaqquh, yang berartipengetahuan yang abstrak dengan ilmu yang konkret,sehingga menjadi ilmu yang lebih  khusus, al-tabyin, yang berartimengemukakan,mempertunjukan,penjelasan dan pengambaran,,al-tazkirah, yang berartimengingatkan kembali, dan memproduksi   dan al- irsyadyang berartibimbingan melakukan sesuatu ,menunjukan jalanbimbingan rohani,pengarahan pemberitahuan dan nasihat.[9]Kata “pendidikan” berasal dari kata “didik” dengan memberinya  ,awalan “pe” dan akhiran ”an”, mengandung arti “perbuatan” (hal,cara dan sebagainya).[10]
 Dari sekian banyak kosa katayang berarti  pendidikan, Islamlah  yang paling banyak mengemukakan arti pendidikan. Hal ini menunjukan bahwa perhatian Islam terhadap pendidikan sangatlah tinggi dibandingkan dengan agama lain. Selain  dari   banyaknya arti  pendidikan dalam Islam,Islam juga menunjukan bahwa banyaknya aspek  manusia yang  perlu diperhatikan untuk dibina,aspek tersebut seperti  fisik ,panca indra, akal ,sikap dan hati nurani  dalam hal ini Islam juga mengakui bahwa di dalam  setiap aspek memiliki kemampuan dan bakat yang luar biasa dan kesemua itu dapat dikembangkan melalui pendidikan.
Sedangkan pengertian pendidikan yang dikemukakan oleh  ahli dan tokoh pendidikan sebagai berikut.
a.    M.J. langeveld
adalah “setiap pergaulan yang terjadi antara orang dewasa dengan anak-anak merupakan lapangan atau suatu keadaan dimana pekerjaan mendidik itu berlangsung”.[11] 
     b.John Dewey
Adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia.
      c.Ki Hajar Dewantara
Adalah tuntunan didalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak itu, agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
      d.UU No. 2 Tahun 1989
Adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang.
Sementara, menurut Azyumardi Azra bahwa pendidikan lebih dari pada sekedar pengajaran, yang dapat dikatakan sebagai suatu proses transfer ilmu (transfer knoweledge) belaka, bukan transformasi nilai (transfer of value) dan pembentukan kepribadian dengan segala aspek yang dicakupnya.[12]Bila disimpulkan,  Azra mengatakan bahwa, pengajaran lebih berorientasi pada pembentukan ahli –ahli atau para spesialis yang terkurung dalam ruang spesialisasinya yang sempit, karena itu perhatian dan minatnya pun lebih bersifat teknis. Adapun istilah  yang akan diambil terserah kita hendak  dijabarkan seperti apa, karena kajian ini tidak membatasi makna pendidikan secara pas.
Dari berbagai pengertian pendidikan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa  setiap usaha, memberikan bantuan perlindungan dalam proses bimbingan, kepada anak serta pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional  bertujuan agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat menuju  pendewasaan  diri cukup cakap dalam melaksanakan tugas hidupnya sendiri  lingkungan dimasyarakat sehingga diterima oleh lingkunganya kelak.
Demikian  pula dengan “dasar”yang mempunyai makna:bagian yang terbawah, landasan, pondamen, alas, azas, pokok.[13] Jadi, pendidikan dasar dapat dipahami sebagai landasan pokok bagi pengembangan atau bimbingan di setiap pergaulan yang terjadi antara orang dewasa dengan anak-anak dimana pekerjaan mendidik itu berlangsung.
2.Rumah Tangga
Rumah Tangga adalah suatu kumpulan dari masyarakat terkecil yang terdiri dari pasangan suami istri, anak-anak, mertua, dan sebagainya. Terwujudnya rumah tanggga yang syah (Islam-pen) setelah akad nikah atau perkawinan, sesuai dengan ajaran agama dan undang-undang[14]
Sebuah rumah tangga terdiri dari satu atau lebih orang yang tinggal bersama-sama di sebuah tempat tinggal dan juga berbagi makanan atau akomodasi hidup, dan bisa terdiri dari satu keluarga atau sekelompok orang.[15]Di dalam rumahtangga merupakan proses enkulturasi yang pertama dan  sangat kuat, sebab adanya keterlibatan orang lain.Karena perkawinan merupakan penyatuan dua keluarga yang bisa jadi  memiliki budaya yang berbeda.Keterlibatan tersebut dapat terjadi bila di dalamnya ada orang lain selain dari ayah dan ibu dari anak- anak mereka. Keluarga merupakan lembaga pertamadalam kehidupan anak tempat pertama bagianak - anak  untuk belajardan berkembang sebagai manusia yang utuh dan makluk sosial.[16]Pendidikan yang diperoleh anak di dalam keluarga merupakan bekal mereka setelah dapat bersosialisasi dengan lingkungan di luar rumah mereka (keluarga).Seperti yang dikemukakan oleh Bambang widianto,keluarga juga merupakan unit sosial walaupun dalam bentuk unit yang paling kecildan sederhana .Anggota -anggotanya terdiri dari ayah ibu dan anak- anak mereka. Sebagai lingkungan sosial, keluarga merupakan himpunankegiatan (pertama) yang hadir di sekitar anak yang memiliki potensi untuk mempengaruhi masa depannya.[17]Apalagi bila didalam suatu keluarga adanya oranglain  seperti kakek nenek, paman, bibi, pembantu dan sebagainya yang tinggal bersama dalam rumahtangga,  hal  ini disebut dengan keluarga besar.
B.Konsep Sebuah Keluarga
Keluarga merupakan lembaga atau unit sosial terkecil di dalam lingkungan masyarakat yang di bentuk dalam ikatan perkawinan yang sah secara Negara maupun Agama biasanya terdiri dari: Ayah, ibu dan anak yang biasa hidup/bermukim di suatu tempat yang biasa di sebut dengan rumah.
Keluarga adalah salah satu mata rantai kehidupan yang paling sederhanan dalam sejarah perjalanan hidup anak manusia. Karena didalam  keluarga banyak hal.Mulai dari hubungan antar individu, hubungan otoritas , pola pengasuhan,pembentukan karakter,termasuk nilai-nilai masyarakat, dan lain- lain.[18]Keluarga juga merupakan pewaris  ajaran-ajaran yang baik, sebagai dasar keluarga  sakinah, mawadah dan warrohmah.
Ini sering menjadi sebuah istilah yang biasa digunakan oleh kebanyakan orang yaitu “baitii jannatii” yang artinya rumahku adalah surgaku. Ini adalah ungkapan yang tepat untuk kelurga yang ideal karena, keluarga adalah sumber utama dari segi apapun. Keluarga sebagai sumber utama memberikan pendidikan yang sangat besar bagi perkembangan dan pertumbuhan mental maupun fisik anak dalam kehidupannya.
Keluarga adalah tempat pertama kali anak belajar mengenai aturan yang berlaku di lingkungan kelurga dan masyarakat.Orang tua adalahbertugas  sebagai pengasuh,pembimbing,pemeliharadan sebagai pendidikterhadap  anak- anaknya.[19] Hal ini perlu diingat bahwa,pendidikan dalam keluarga merupakan suatu sistem yang terdiri atas elemen-elemen yang saling berkaitan satu sama lain yang memiliki hubungan sangat erat. Keberhasilan pendidikan anak dalam keluarga ketika anak berusia dini, akan sangat berpengaruh pada keberhasilannya di masa mendatang. Pendidikan di dalam keluarga  merupakan tonggak dasar atau pondasi bagi anak–anak bila mereka berada di luar rumah, bila dia sudah besar dan dewasa.Jadi pendidikan dari keluarga merupakan pondasi yang kokoh bagi anak setelah dia mulai berinteraksi ke luar rumah.
I.Peran dan fungsi keluarga
1.Peran Keluarga
Keluarga merupakan pengelompokkan primer yang terdiri dari sejumlah kecil orang yang mempunyai hubungan pertalian darah. Keluarga dikenal sebagai lingkungan pendidikan yang pertama dan utama. Predikat ini mengindikasikan betapa esensialnya peran dan pengaruh keluarga dalam pembentukan prilaku dan kepribadian anak. Pandangan seperti ini sangat logis dan mudah dipahami karena beberapa alasan berikut ini :
a)              Keluarga merupakan pihak yang paling awal memberikan banyak perlakuan kepada anak.
b)             Sebagian besar  waktu anak berada  di lingkungan keluarga.
c)              Karakteristik hubungan orang tua,  anak berbeda  dari hubungan anak dengan pihak -pihak lainnya (guru, teman, dan sebagainya).
d)             Interaksi kehidupan orang tua anak dirumah bersifat “asli” , seadanya dan tidak dibuat-buat.
Bila dilihat di atas  jelaslah bahwa peranan keluarga sangatlah penting dalam pencapaian tujuan pendidikan. Undang-undang sistem Pendidikan Nasional  No. 2 Tahun 1989 menyatakan secara jelas dalam pasal 10 Ayat 4, bahwa keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai-nilai moral dan keterampilan, kepada anak.  Keluarga pengaruh yang kuat, langsung dan sangat dominan kepada anak, terutama dalam pembentukan prilaku, sikap dan kebiasaan, penanaman nilai-nilai, prilaku-prilaku sejenisnya, pengetahuan dan sebagainya.
Keluarga memang memiliki peran strategis, serta menentukan keberhasilan pendidikan yang dilakukan oleh orangtua. Pepatah mengatakan “buah jatuh tak jauh dari pohonnya”. Pepatah serupa dikenal juga oleh masyarakat Barat, yakni “Like father, like son”. Sementara di masyarakat Arab :
 الولد صورة عن ابيه
Pepatah ini mengindikasikan bagaimana anak dibentuk melalui hubungan antar ayah dan ibu. Masing-masing memiliki peran dalam keluarga sehingga terbentuklah karakter keluarga dan anak.[20] Kedua orang tua memang memiliki  peran yang menentukan dalam pendidikan putra putri mereka.  Kedua orang tualah yang pertama kali dilihat dan dikenal oleh anak,bermula dari bayi hingga dewasa.tidak heran apabila karakter  orang tualah yang menjadi contoh bagi mereka melekat pada ana-anaknya Maka itu sebaiknya sebagai orang tua haruslah dapat memberi contoh yang baik .  Al-Qur’an mewanti-wanti para orangtua akan hal itu. Ditegaskan dalam firman Allah:
ياأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
Hai orang-orang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka” (Q. 66: 6).
Pernyataan ayat ini mengisyaratkan kepada para orang tua untuk senantiasa berhati-hati dalam mendidik anak-anak mereka. Selain itu juga pernyataan ini merupakan langkah yang bersifat preventif, sebab dasar-dasar pendidikan berawal dari keluarga. Pendidikan dari kedua orangtua begitu penting, dan sangat menentukan bagi masa depan anak-anak mereka. Bahkan bila salah arah dapat memengaruhi landasan dasar akidah.[21]
Ayat tersebut di atas juga mengingatkan semua orang mukmin agar mendidik diri dan keluarganya ke jalan yang benar agar terhindar dari neraka. Ayat tersebut juga mengandung perintah menjaga, yaitu “qu” (jagalah). Perintah menjaga diri dan keluarga dari api neraka berkonotasi terhadap perintah mendidik atau membimbing. Sebab didikan dan bimbingan yang dapat membuat diri dan keluarga konsisten dalam kebenaran, yang akan membuat orang terhindar dari siksa neraka.[22]
Oleh karena itu para orang tua berkewajiban mengajarkan kebaikan dan ajaran agama (pendidikan keimanan) kepada anak-anak, menyuruh mereka berbuat kebajikan dan menjauhkan kemunkaran dengan membiasakan mereka dalam kebenaran atau kebaikan tersebut, serta memberikan contoh teladan tentang pendidikan keimanan.
Pendidikan keimanan, terutama akidah tauhid atau mempercayai ke-Esa-an Tuhan harus diutamakan karena akan  hadir secara sempurna dalam jiwa anak “perasaan ke-Tuhanan” yang berperan sebagai fundamen dalam berbagai aspek kehidupannya. Akidah yang tertanam kokoh dalam jiwa anak akan mewarnai kehidupan sehari-hari, karena terpengaruh oleh suatu pengakuan tentang adanya kekuatan yang menguasainya, yaitu Tuhan Allah yang Maha Esa. Sehingga timbul rasa takut berbuat kecuali yang baik-baik dan semakin matang perasaan ke-Tuhanannya, semakin baik pula perilakunya.[23]
Jadi peran orang tua dalam hal penanaman akidah iman sanagatlah penting karena hal tersebut berkenaan langsung dengan masalah perasaan dan jiwa anak, bukan akal pikiran sedangkan jiwa telah ada dan melekat pada anak sejak kelahirannya, maka sejak itu pula pertumbuhannya harus ditanamkan rasa keimanan dan akidah tauhid sebaik-baiknya.
Kita semua, baik yang kebetulan menjadi pendidik, pemimpin, wali dan orang tua harus selalu merasa bertanggung jawab terhadap amanat dari Allah swt. kepada kita. Dan kita juga harus bertanggung jawab terhadap masa depan mereka nanti, sebab kuat dan bagusnya bangunan generasi muslim mendatang terletak pada tangan-tangan kita yang menyusun  batu-batunya dan memilih ramuan-ramuannya sekarang.
Anak-anak merupakan salah satu aset utama dalam penegakan Islam, jika kita betul-betul menginginkan tetap tegaknya kalimat Allah pada masa depan, umat manusia ini.Maka kitaharus berjuangan untuk  membina anak-anak kita dari mulai lahir bahkan sebelum lahir.Bila tidak diperjuangkan dengan segala macam pengorbanan, itu akan kandas hanya  sebatasakhir hidup generasi kita saja. Sedangkan selanjutnya kita akan kehabisan penerus-penerus perjuangan tersebut dan berarti kematian obor di tengah perjalanan gelap masih sangat panjang.[24]Jadi, segala yang terjadi pada anak nantinya tentulah sangat bergantung kepada  arahan dan bimbingan orang tua selagi ia masi anak- anak.
Hal ini ditegaskan Rasul Allah Saw. Dalam sabda beliau :
حَدَّثَنَا آدَمُ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُعَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ
عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهَِوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَثَلِ الْبَهِيمَةِ تُنْتَجُ الْبَهِيمَةَ
هَلْ تَرَى فِيهَا جَدْعَاءَ (رواه البخارى)
“Setiap bayi dilahirkan di atas fitrah, maka orangtuanyalah yang menjadikan Yahudi,  Nasrani atau Majusi; seperti binatang yang melahirkan binatang yang lain, apakah kamu melihat binatang yang terpotong telinganya di antara binatang-binatang yang dilahirkan itu (HR. Bukhari).”[25]
Kata abawaah yang berarti kedua orangtua dalam hadits di atas tidak berarti menamfikkan pengaruh pihak lain. Dalam kenyataannya masih banyak komponen lingkungan yang dapat mempengaruhinya, seperti saudara, kakek nenek, paman, pembantu rumah tangga dan sebagainya. Disebut kedua orangtua untuk mewakililingkungan dapat dipahami karena dominasi peran dan pengaruh orangtua terhadap perkembangan anak.[26] Kemudian kata يُهَوِّدَانِهِ”,يُنَصِّرَانِهِ dan “يُمَجِّسَانِهِ yang mempunyai makna kemana kedua orangtua menggiring anak-anaknya.
Dengan demikian, terlihatlah betapa pentingnya peran keluarga atau orangtua dalam perkembangan anak. Orangtua harus melaksanakan proses pendidikan terhadap anak-anak dan begitu juga anggota keluarga yang lain. Pendidikan yang dilaksanakan harus sesuai dengan tuntutan ajaran Islam yang disebut pendidikan Islam. Menurut Al-Jamali, “Pendidikan Islam adalah proses yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik dan yang mengangkat derajat kemanusiannya sesuai dengan kemampuan dasar (fitrah) dan kemampuan ajarnya (pengaruh dari luar.)[27]
Peluang besar mempengaruhi anak seperti di atas perlu dimanfaatkan oleh setiap orangtua secara maksimal. Mereka harus menciptakan kondisi yang kondusif agar semua potensi anak dapat berkembang optimal. Apabila orangtua tidak mendidik anaknya atau melaksanakan pendidikan anak tidak dengan sungguh-sungguh, maka akibatnya anak tidak akan berkembang sesuai dengan harapan.
Merujuk  pernyataan ayat dan tuntunan  Rasul Allah Saw. Ini terlukis jelas,  bahwaperan penting orang tua sudah ditegaskan dalam pendidikan keluarga. Semua ini mengindikasikan, bahwa sesudah pemilihan jodoh, dan pendidikan prenatal (dalam kandungan), maka pada tahap selanjutnya estafet kependidikan dilajutkan oleh keluarga. Pendidikan yang diberikan setelah kelahiran (post natal). Selama tahap ini, dasar-dasar pendidikan diamanatkan kepada kedua orangtua. Dengan demikian, pendidikan ini sama sekali tak dapat dilepaskan dari nilai-nilai ajaran Islam.[28]
Menurut  Haidar Putra Daulay pendidikan yang harus dilakukan oleh orangtua pada anak setelah kelahirannya, antaralain:
a)                  Mengadzankan/mengiqomahkan
b)                  Memberi nama dan aqiqah
Nama mempunyai pengaruh psikologis bagi anak. Apabila nama baik, maka
seseorang akan senang dan percaya diri dengan nama tersebut, begitu
sebaliknya
c)                  Melaksanakan aqiqah
Rasul bersabda: “setiap anak merupakan barang gadaian (yang harus ditebus) dengan hewan aqiqahnya yang disembelih pada ketika ia berumur tujuh hari, lalu diberi namanya dan dicukur rambutnya.”    (HR. Ashabus Sunan dari Samarah)
d)                 Memberi makanan yang halal dan baik (halalan thoyyibah)
فَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلالا طَيِّبًا
e)                  Melaksanakan proses pendidikan, disesuaikan dengan perkembangan usia: 1) mengajarkan keimanan, keberagaman;
2) mengajarkan pengetahuan kognitif;
3) mengajarkan nilai-nilai yang baik, mulailah penerapan akhlak al-karimah;
 4) mengajarkan keterampilan disesuaikan dengan usia;
 5) memberi contoh teladan yang baik.
f)                   Mengajarkan al-Qur’an.[29]
Jadi, dari uraian di atas begitu banyak  peranan orangtua dalam membimbing dan mengarahkan anak-anaknya sehingga akhirnya bisa tercapai apa yang diharapkan oleh orangtua sebagai hamba Allah swt.
2.Fungsi Keluarga
Fungsi keluarga adalah bertanggung jawab dalam rangka menjaga dan menumbuh kembangkan anggota keluarganya. Dalam hal ini keluarga berfungsi untuk membekali semua anggotanya agar dapat hidup sesuai dengan nilai-nilai agama yang baik, pribadi yang baik, dan lingkungan yang baik pula. Demi perkembangan dan pendidikan anak, sebuah keluarga harus melaksanakan fungsi-fungsinya dengan baik.Sebuah keluarga  Islamakan menjadi “surga kecil” apabila memenuhi empat fungsi berikut ini.
1.        Fungsi Fisiologis
Maksudnya adalah bahwa keluarga secara fisik harus menjadi:        
a)      Tempat berteduh yang baik dan nyaman bagi seluruh anggotanya;
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda bagi kaum yang berpikir.” (ar-Ruum: 21)
b)      Tempat untuk mendapatkan makanan, minuman, serta pakaian yang cukup bagi seluruh anggotanya;
“…Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf….” (al-Baqarah: 233)
c)      Tempat suami dan istri memenuhi kebutuhan biologisnya.
“Nikahilah perempuan yang penuh kasih sayang dan yang banyak anak karena aku ingin memperbanyak dengan kalian atas umat yang lain pada hari kiamat.”
(Muttafaqun ‘Alaih)
d)      Memelihara status sosial
Dalam pembentukan keluarga, Islam mewujudkan ikatan dan persatuan.  Dengan adanya ikatan keturunan maka diharapkan akan mempererat tali persaudaraan anggota masyarakat dan bangsa,semakin besarnya angotaikatan tersebut  maka semakin kuatlah kedudukan ikatan tersebut.Baik laki-laki maupun wanita akan lebih terhormat bila dia sudah berkeluarga. Islam memperbolehkan pernikahan antar bangsa Arab dan Ajam ( Non Arab ),antara kulit putih dan kulit hitam, anatara orang timur dengan orang barat.  Berdasarkan fakta ini Islam sudah mendahului semua “sistem  Demokrasi” dalam mewujudkan persatuan ummat yang seagama.
e)      Fungsi ekonomi dalam keluarga akan Nampak.
Rasul bersabda : “ Nikahilah wanita, karena ia akan mendatangkan Maal.” (HR. AbuDawud, dari Urwah RA).
Perkawinan adalah sarana untuk mendapakan sarana keberkahan dibandingkan dengan bujangan, berkeluarga lebih hemat ekonomis dan lebih giat dalam mencari nafkah.
f)       Menjaga kesehatan
Pernikahan memelihara para pemuda yang sering melakukan kebiasaan
onani yang menguras tenaga dan dapat mencegah penyakit kelamin.
Rumahtangga memang, tempat berteduh yang bersih lagi luas, kebutuhan sandang pangan yang cukup, keberadaan istri maupun suami yang ideal, kendaraan yang siap pakai, serta tetangga yang ramah dan bersahabat merupakan faktor-faktor yang membahagiakan, menentramkan, dan menyenangkan dalam kehidupan berumah tangga. Dengan catatan, faktor-faktor di atas senantiasa diwarnai dengan nilai-nilai keagamaan. Inilah perpaduan antara dua kebaikan: kebaikan dunia dan kebaikan akhirat, yang menyatu dalam sebuah rumah tangga. Hal ini juga ditegaskan oleh Rasulullah saw. dalam sabdanya sebagai berikut.
“Empat faktor kebahagiaan adalah: perempuan shalihat, tempat tinggal yang luas, tetangga yang soleh, dan kendaraan yang enak. Adapun empat faktor keburukan (celaka) adalah: tetangga yang tidak baik, perempuan yang tidak shalihat, kendaraan yang tidak nyaman, dan tempat tinggal yang sangat sempit.” (HR Ibnu Hibban dalam Shahih-nya)
2.                  Fungsi Psikologis
Keluarga juga memiliki peran psikologis terhadap setiap anggotanya. Oleh karena itu, keluarga sangat diharapkan sebagai:
a)      Tempat seluruh anggotanya diterima secara wajar dan apa adanya;
b)      Tempat seluruh anggotanya mendapatkan rasa aman dan nyaman;
c)      Tempat seluruh anggotanya mendapatkan dukungan psikologis bagi
perkembangannya;
d)       Basis pembentukan identitas, citra, dan konsep diri segenap anggotanya.
Inilah makna khusus dari suasana surgawi keluarga karena anak dan istri menjadi penyejuk mata (qurratu a’yun), dan semua anggota keluarga saling memahami kewajiban dan hak masing-masing. Yang kecil menghormati yang lebih besar dan lebih tua, sementara yang besar menyayangi dan mengasihi yang lebih kecil.suami menghormati istri sedangkan istri patuh pada suami yang semuanya sudah diatur oleh Allah. Perhatikan beberapa ayat qur`aniah dan hadits Rasulullah saw. yang menceritakan suasana psikologis dalam keluarga sebagai berikut.
“Dan orang-orang yang berkata, ‘Ya, Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (al-Furqaan: 74)
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku-lah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Ku-lah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Luqman: 14-15)
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia, dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah, ‘Wahai, Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.’” (al-Israa`: 23-24)
“Bukanlah golongan kami, orang yang tidak mengasihi anak-anak kecil dan yang tidak menghormati orang-orang tua.” (HR Ahmad dan ath-Thabrani)
3.                  Fungsi Sosiologis
Dalam memerankan fungsi sosiologis, keluarga harus menjadi lingkungan yang terbaik bagi seluruh anggotanya; harus menjadi jembatan interaksi sosial antara anggota keluarga dan anggota masyarakat lainnya. Di sini, keluarga harus menjadi antibodi bagi segenap anggotanya dari semua bentuk dan jenis kejahatan yang berkembang di masyarakatnya. Oleh karena itu, dalam fungsi sosiologis, keluarga menjadi:
a)      Lingkungan pendidikan pertama dan terbaik bagi segenap anggotanya;
b)      Unit sosial yang menjembatani interaksi positif antara individu-individu
yang menjadi anggotanya dengan masyarakat sebagai unit sosial yang lebih besar.
4.                  Fungsi Dakwah
Rumah tangga muslim tidak mungkin bisa dipisahkan dari dakwah Islam. Setiap anggotanya menjadi pilar-pilar dakwah Islam yang senantiasa mengibarkan nilai-nilai kebenaran, kebaikan, dan keindahannya, baik untuk keluarga sendiri sebagai lingkungan terkecil maupun untuk masyarakatnya. Islam sendiri telah menjadikan tanggung jawab dakwah ini kepada suami dalam membangun keluarga Islami oleh karena salah satu kewajiban yang harus diembannya adalah membangun basis dakwah dalam keluarganya, dengan membimbing, mengarahkan, dan mentarbyah setiap anggota yang ada dalam keluarganya. Perhatikan nash-nash berikut ini.
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (at-Tahriim: 6)
“Setiap kalian adalah pemimpin yang akan bertanggung jawab atas kepemimpinannya….” (al-Hadits)
Dalam fungsi dakwah ini, keluarga harus menjadi:
a)                  Obyek pertama yang harus didakwahi;
b)                  Model keluarga muslim ideal bagi masyarakat muslim maupun nonmuslim
sehingga ia menjadi bagian menyeluruh dari pesona Islam;
c)                  Tempat bagi setiap anggotanya untuk terlibat aktif dalam dakwah dan
menjadi muara kontribusi positif dakwah; dan
d)                 Antibodi bagi setiap anggotanya dari virus kejahatan.[30]
Sedangkan Fuad Ichsan, (1995). Mengemukakan. Fungsi lembaga pendidikan keluarga sebagai berikut :
a)      Merupakan pengalaman pertama bagi masa kanak-kanak, pengalaman ini
merupakan faktor yang sangat penting bagi perkembangan berikutnya
b)      Pendidikan di lingkungan keluarga dapat menjamin kehidupan emosional anak untuk tumbuh dan berkembang. Kehidupan emosional ini sangat penting dalam pembentukan pribadi anak
c)      Di dalam keluarga akan terbentuk pendidikan moral,  keteladanan orang tua dalam bertutur kata dan berprilaku sehari-hari akan menjadi wahana pendidikan moral bagi anak dalam keluarga tersebut guna membentuk manusia susila.
d)     Di dalam  keluarga akan tumbuh sikap tolong menolong, tenggang rasa, sehingga tumbuhlah kehidupan keluarga yang damai dan sejahtera.
e)       Keluarga merupakan lembaga yang berperan dalam meletakkan dasar-dasar    pendidikan agama.
f)       Di dalam konteks membangun anak sebagai makhluk individu agar anak  dapat mengembangkan dan menolong dirinya sendiri, maka keluarga lebih cenderung untuk menciptakan kondisi yang dapat menumbuhkembangkan inisiatif, kreativitas, kehendak, emosi, tanggung jawab, keterampilan dan kegiatan lain.[31]
C.   Pola Asuh Orang Tua Terhadap Anak
1.Pengertian Pola Asuh
           Polah asuh terdiri dari dua kata yaitu”pola”dan ” asuh” yang berarti model,corak system ,cara kerja,bentuk (struktur)yang tepat.[32]Sedangkan kata “Asuh “dapat berart menjaga (merawat dan mendidik)anak kecil,membimbing (membantu, melatihdan sebagainya),dan memimpin(mengepalai dan menyelengarakan)satu badan atau lembanga [33]Untuk lebih jelas lagi bahwa kata asuh adalah mencakup segala aspek yang berkaitan dengan pemeliharaan ,perawatan,dukungan dan bantuan dan sehingga orang tetep berdiri dan menjalani hidupnya secara sehat.[34]
Jadi sebenarnya, pola asuh orang tua adalah suatu keseluruhan interaksi antara orang tua dengan anak, dimana orang tua bermaksud menstimulasi anaknya dengan mengubah tingkah laku, pengetahuan serta nilai-nilai dianggap paling tepat oleh orang tua, agar anak dapat mandiri, tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal. Semua sikap dan perilaku anak dalam keluarga dipengaruhi oleh pola asuh orang tua..[35] Pola asuh yang diberikan oleh orangtua pada anak bisa dalam bentuk perlakuan fisik maupun psikis yang tercermin dalam tutur kata, sikap, perilaku, dan tindakan yang diberikan.[36] Menurut Gilbert Highest,segala sikap dan perbuatan seseorang,sejak dari bangun tidur hingga menjelang tidur kembali semuanya berasal dari pengaruh di rumahtangga.[37]Seperti Sabda Rasul Allah yangartinya “Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah,maka kedua orang tualah yang menjadikan ia Nasrani ,Yahudi,atau majusi.[38] Jadi, anak akan terbentuk sesuai dengan yang diajarkan oleh orang tua,karena orang tua secara alami  merupakan pendidik.Begitu  kelahiran anak-anaknya, orang tuasecara langsungmendapat amanah dari Allah.
Dalam hubungan dengan tugas orang tua untuk membentuk anaknya menjadi anak yang sholeh tampaknya bukanlah merupakan sesuatu yang mustahil....orang tua pada dasar dapat merancang atau mempersiapkananak-anaknya. Adapun orang sholeh menurut Al-Quran memeiliki ciri-ciri sebagai berikut:(yang artinya)”mereka berlaku lurus,membaca ayat –ayat Allah pada beberapa waktu malam,sedang mereka juga bersujud (sholat).Mereka beriman kepada Allah dan hari akhir,mereka menyuruh kepada yang makru’f,dan mencecah dari yang mungkar dan bersegerahkepada (mengerjakan) berbagai kebajikan”(QS.3:114)
Anak  yang sholeh seperti seperti yang tercantum dalam Al-Quran,bagaimanapuntidak dilahirkan secara alami.Berdasarkan sabda Rasul Allah Saw  di atas bahwa anak yang sholeh memerlukan bimbingandan pembinaanyang terarah dan terprogram secara berkesinambungan.
Islam telah menyiapkan tuntunannya secara lengkap,sempurna dan terinci.Tuntunan tersebut mencakup tiga prinsip yang pokok,yaitu:
1)      Prinsip Teologis,
Di sini anak wajib diperlakukan sebagai makluk ciptaan Allah yang diamanatkan kepada kedua orangtuanya, untuk dibimbing berdasarkan pedoman yang telah diberikan oleh Allah sebagai Sang Maha Pencipta.Seperti yang dikemukakan oleh Prof. DR.H.Jalaluddin bahwa, manusia adalah puncak ciptaan dan makhluk Allah yang tinggi (Q.S.95:4).Keistimewaan ini menyebabkan manusia dijadikan “khalifa“wakil atau (mandataris –pen.)Tuhan di muka bumi,yang kemudian dipercaya untuk memikul amanah berupa tugas dalam menciptakan tata kehidupan yang bermoral di muka bumi (Syafi’I Ma’arif, 1995:9)Manusia diciptakan oleh Allah sebagai makhluk yang paling mulia karena kesempurnaan bentuk dan kelebihan akal pikiran yang ikut membedakan dari makhluk yang lainnya(Al-Sabany:103).Sebagai konsekwensinya ,manusia ditutut untuk berbakti kepada Allahdengan memanfaatkan kesempurnaan dan kelebihan akal pikirandan segala kelebihan lain   yang telah dianugrahkan kepadanya.[39]Jadi sebagai orangtuaharus  menjadika anak menjadi anak yang sholeh dan sholeha dengan cara mendidik, membimbing, mengarahkan dan mencontohkan kepada anak untuk mengabdi,patuh dan tunduk kepada sang pencipta yaitu Allah Subhanahuwata’allah
2)   Prinsip Filosofis,
Anak ditempatkan sebagai makhluk yang muliah dan memiliki potensi untuk dibina,melalui pendidikan. Seperti yang diungkapkan oleh Hasan Langgulung dalam buku Prof.Dr.Jalaluddin, MempersiapkanAnak Sholeh,bahwa potensi yang dikemukakan ada kaitannya dengan fitra sebagai makhluk ciptaan Allah.Dalam kaitanini Allah menganugrahkan sejumlah potensi kepada manusia,yang sesuai dengan sifat- sifat Allah seperti termuat dalam al-Husna.Berdasarkanpotensi tersebut ,manusia diperintahkan untuk mengembangkan potensi tersebut sesuai dengan kadar kemanusiaannya.sifat Tuhan yang diberikan pada manusia itu terbatas.hal ini dipertegas dalamfirman Allah yang artinya,”Aku telah membentuk dan menhembuskan roh-Ku…. (Q.S.15:29).Sesuai dengan
     Potensi  yang dianugrahkan Allah Swt,ini merupakan amanah,yaitu tanggung jawab yang besar,hingga manusia diperintahkan untuk mengembangkan potensi yang dimaksud,melalui pendidikan.Pelaksanaan tanggung jawab ini dinilai sebagai kridibilitas sebagai muslim.Baik buruknya pendidikan yang diberikan kepada anak-anaknya terkait langsung dengan instruksi Al-Quran agar para orang tua ,khususnya bapak sebagai penanggungjawab dan kepala rumah tangga ,”agar dapat menjaga diri dan anggota keluarga dari azab neraka.”(Q.S.66;6)  [40]
3) Prinsip Paedagogis.
Islam memberi tuntunan agar anak dibimbing  melalui proses bimbingan yang bertahap sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan usianya masing-masing.[41]RasulAllah menganjurkan ada empat tahapan dalam membimbing anak-anak. Sabda beliau”Bimbinglah anak- anakmu dengan cara belajar sambil bermain pada jenjang usia 0-7 tahun,dan tanamkanlah sopan santun dan disiplin pada jenjang usia 8-15 tahunkemudian ajaklah bertukar pikiran pada jenjang usia 16-23tahun dan sesudah itu lepaskanlah mereka untuk mandiri.Bila dilihat rentang waktu cukup lama orang tua berperan dalam pendidikan anak-anaknya.[42]
               Ketiga prinsip diatas terintegrasi dan tersinergi dalam satu bentuk tanggungjawab yang menyatu dalam aktivitas kedua orang tua sebagai pemengang amanah agama,dan itu semua dirujuk dari tuntunan dan bimbingan RasulAllahSaw.[43]
2. Jenis - Jenis Pola Asuh
Jenis-jenis pola asuh, secara garis besar menurut Baumrind, yang dikutip oleh Kartini Kartono terdapat 4 macam pola asuh orang tua, yaitu:

a.   Pola asuh demokratis
Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh seperti ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakkannya pada rasio atau pemikiran- pemikiran. Orang tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan pada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakkan dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat.
Adapun ciri-ciri pola asuh demokratis adalah sebagai berikut:
1)      Menentukan peraturan dan disiplin denga memperhatikan dan
mempertimbangkan alasan-alasan yang dapat diterima dan dipahami dan dimengerti oleh anak
2)      Memberikan pengarahan tentang perbuatan baik yang harus dipertahankan oleh
anak dan yang tidak baik agar ditinggalkan
3) Memberikan bimbingan dengan penuh pengertian
4) Dapat menciptakan keharmonisan dalam keluarga
5) Dapat menciptakan suasana komunikatif antara orang tua, anak dan sesama
keluarga.[44]
b.      Pola asuh otoriter
Dalam kamus Bahasa Indesia, otoriter berarti berkuasa sendiri dan sewenang-wenang.[45]Menurut Singgih D Gunarsa dan Ny.Y. singgih D.Gunarsa, pola asuh otoriter adalah suatu bentuk pola yang menuntut anak agarpatuh dan tunduk  teradap semua perintah dan aturan yang dibuat oleh orang tua tanpa ada kebebasan untuk bertanya atau mengemukakan pendapatnya sendiri.[46]
Pola asuh ini cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Orang tua tipe ini cenderung memaksa, memerintah, menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua itu tidak segan-segan untuk menghukum anak. Orang tua seperti ini juga tidak mengenal kompromi dan dalam komunikasi bersifat satu arah. Orang tua seperti ini tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti dan memahami anaknya.
Adapun ciri-ciri pola asuh otoriter adalah sebagai berikut:
1)      Anak harus mematuhi peraturan-peraturan orang tua dan tidak boleh membantah
2)      Orang tua cenderung mencari kesalahan-kesalahan anak dan kemudian
menghukumnya
3)              Orang tua cenderung memberikan perintah dan larangan kepada anak
4)             Jika terdapat perbedaan pendapat antara orang tua dan anak, maka anak dianggap  pembangkang
5)             Orang tua cenderung memaksakan disiplin
6)             Orang tua cenderung memaksakan segala sesuatu untuk anak dan anak hamya sebagai pelaksana
7)             Tidak ada komunikasi antara orang tua dan anak .[47]

Pola asuh otoriter memiliki ciri-ciri yang dikemukakan oleh Syaiful Bahr Djamarah
1)Orang tua mendahulukan kepentingan pribadi daripada kepentingan anak
2) Orang tua kurang memberi kepercayaan kepada anak untuk melakukan sesuatu
3) Orang tua kurang memberikan hak anak untuk mengeluarkan pendapat untuk mengutarakan perasaannya
c.PolaAsuh Permisif
Pola asuh ini memberikan pengawasan yang sangat longgar. Memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan apabila anak sedang dalam masalah atau bahaya. Dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka. Namun orang tua tipe ini biasanya hangat, sehingga seringkali disukai oleh anak.
 Adapun yang termasuk pola asuh permisif adalah sebagai berikut:
1) Membiarkan anak bertindak sendiri tanpa memonitor dan membimbingnya.
2) Mendidik anak acuh tak acuh, bersikap pasif dan masa bodoh.
3) Mengutamakan kebutuhan material saja.
4) Membiarkan saja apa yang dilakukan anak (terlalu memberikan kebebasan
untuk mengatur diri sendiri tanpa ada peraturan-peraturan dan norma-norma
yangdigariskan orang tua). Kurang sekali keakraban dan hubungan yang
hangatdalam keluarga.[48]
Sutari Imam Badabid menyatakan orang tua yang permisif yaitu[49]
1)Kurang tegas dalam menerapkan peraturan yang ada.
2)Anak diberi kesempatan sebebas-bebasnya untuk berbuat dan memenuhi
keinginannya.
Pola asuhan permisif ini ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas pada anak untuk berperilaku sesuai dengan keinginannya sendiri. Orang tua tidak pernah memberi aturan dan pengarahan kepada anak tanpa pertimbangan orang tua. Anak tidak mengerti apakah perilakunya benar atau salah karena orang tua tidak pernah membenarkan atau menyalahkan anak, akibatnya anak akan berperilaku sesuai dengan keinginannya sendiri, tidak peduli apakah hal itu sesuai dengan norma masyarakat atau tidak.[50]

d.PolaAsuh Penelantar
Orang tua tipe ini pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat minim  pada anak-anaknya. Waktu banyak digunakan untuk keperluan pribadi mereka, seperti bekerja, memberikan biaya yang cukup minim untuk kebutuhan anak. Sehingga selain kurangnya perhatian dan bimbingan kepada anak juga tidak diberikan oleh orang tua.[51]
Pola asuh penelantar memiliki ciri-ciri yang dikemukakan oleh Syaiful Bahri Djamarah[52]
1)  Orang tua menghabiskan banyak waktu diluar rumah
2) Orang tua kurang memperhatikan perkembangan anak
3) Orang tua membiarkan anak bergaul terlalu bebas di luar rumah

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak terkait dengan pola asuh
Diantara faktor-faktor di dalam diri yang sangat berpengaruh terhadap  perkembangan individu adalah:

a)      Bakat atau pembawaan, anak dilahirkan dengan membawa bakat tertentu. Bakat ini diumpamakan dengan bibit. Misalnya bakat musik, seni, agama, akal yang tajam dan sebagainya. Dengan demikian jelaslah bahwa bakat atau pembawaan mempunyai pengaruh terhadap perkembangan individu.
b)      Sifat-sifat keturunan, sifat-sifat keturunan yang individu dipusatkan dari orang tua atau nenek moyang dapat berupa fisik dan mental.
c)      Dorongan dan instink, dorongan adalah kodrat hidup yang mendorong manusia melakukan sesuatu atau bertindak pada saatnya. Sedangkan instink atau naluri

D. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak terkait dengan pola asuh
 Proses penerapan pola asuh dalam pengembangan pribadi seorang anak, baik terkait dengan perkembangan jiwa, intelektualitas, moralitas maupun spiritualitas (keagamaan) harus memperhatikan tingkat perkembangan anak tersebut. Dan perkembangan tiap-tiap anak berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Secara garis besarnya faktor-faktor tersebut dapat dibedakan atas tiga faktor, yaitu:
1.  Faktor-faktoryang Bersal dari dalam Diri Individu.
Diantara faktor-faktor di dalam diri yang sangat berpengaruh terhadap  perkembangan individu adalah:
a)      Bakat atau pembawaan, anak dilahirkan dengan membawa bakat tertentu. Bakat ini diumpamakan dengan bibit. Misalnya bakat musik, seni, agama, akal yang tajam dan sebagainya. Dengan demikian jelaslah bahwa bakat atau pembawaan mempunyai pengaruh terhadap perkembangan individu.
b)      Sifat-sifat keturunan, sifat-sifat keturunan yang individu dipusatkan dari orang tua atau nenek moyang dapat berupa fisik dan mental.
c)      Dorongan dan instink, dorongan adalah kodrat hidup yang mendorong manusia melakukan sesuatu atau bertindak pada saatnya. Sedangkan instink atau naluri adalah kesanggupan atau ilmu tersembunyi yang menyuruh atau membisikkan kepada manusia bagaimanan cara-cara melakasanakan dorongan batin[53]
2.Faktor-faktor yang Berasal dari Luar Diri Individu
Di antara faktor-faktor luar yang mempengaruhi perkembangan individu adalah:
a)      .makanan, makanan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi  perkembangan individu.
b)      Iklim, iklim atau keadaan cuaca juga berpengaruh terhadap perkembangan dankehidupan anak. Sifat-sifat iklim, alam dan udara mempengaruhi pula sifat-sifatindividu dan jiwa bangsa yang berada di iklim yang bersangkutan.
c)      Kebudayaan, latar belakang budaya suatu bangsa sedikit banyak juga
mempengaruhi perkembangan seseorang. Misalnya latar belakang budaya
desakeadaan jiwanya masih murni. Lain halnya dengan seseorang yang
hidup dalakebudayaan kota yang sudahdipengaruhi oleh kebudayaan asing.
d)     Ekonomi, latar belakang ekonomi juga mempengaruhi perkembangan anak.
Orang tua yang ekonominya lemah, yang tidak sanggup memenuhi
pokok anak-anaknya dengan baik, sehingga menghambat pertumbuhan
jasmani dan perkembangan jiwa anak. orang tua tercurah kepadanya,
sehingga iacendrung memiliki sifat-sifat seperti, manja, kurang biasa
bergaul denganteman.
e)      .Kedudukan anak dalam lingkungan keluarga. Kedudukan anak dalamlingkungankeluarga juga mempengaruhi perkembangan anak. Bila anak itu merupakananak tunggal, biasanya perhatian orang tua tercurah kepadanya, sehingga ia cendrung memiliki sifat-sifat seperti, manja, kurang biasa bergaul dengan teman sebayanya.
3.Faktor-faktor Umum
Faktor-faktor umum maksudnya unsur-unsur yang dapat digolongkan dalam kedua  penggolongan tersebut diatas, yaitu faktor dari dalam dan dari luar diri individuaktor-faktor umum maksudnya unsur-unsur yang dapat digolongkan dalam kedua  penggolongan tersebut diatas, yaitu faktor dari dalam dan dari luar diri individu.[54]
Diantara faktor-faktor umum yang mempengaruhi perkembangan individu adalah:
a)      Intelegensi,
Intelegensi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi  perkembangan anak. Tingkat intelegensi yang erat kaitannya dengan kecepatan  perkembangan, misalnya anak yang cerdas sudah dapat berbicara pada usia 11  bulan, anak yang rata-rata kecerdasannya pada usia 16 bulan, bagi kecerdasan yang sangat rendah pada usia 34 bulan, sedangkan bagi anak-anak idiot baru bisa  bicara pada usia 52 bulan.
b)      Jenis kelamin,
Jenis kelamin juga memegang peranan yang penting dalam  perkembangan
fisik dan metal seseorang. Dalam hal anak yang baru lahir misalnya. Anak laki-
laki sedikit lebih besar dari pada anak perempuan, tetapi anak perempuan
kemudian tumbuh lebih cepat dari pada anak laki-laki.
c)      Kesehatan,
kesehatan juga merupakan salah satu faktor umum yang mempengaruhi
perkembangan individu mereka, kesehatan mental dan fisiknya  baik dan
sempurna akan mengalami perkembangan dan pertumbuhan yang memadai.
d)     .Ras,
            Ras juga turut mempengaruhi perkembangan seseorang, misalnya anak-
anak dari ras  Mediterranean (sekitar laut tengah) mengalami perkembangan
fisik lebih cepat dibandingkan dengan anak-anak dari bangsa-bangsa Eropa
Utara.[55]
Jadi, ketiga faktor utama yang mempengaruhi Pertumbuhan dan perkembangan anak untuk mencapai tingkat kematangan tergantung pada sikap ibu dan ayah dalam menjaga dan memelihara anak dengan baik sesuai kebutuhan dan perkembangannya. Hal ini tidak bisa dilakukan dengan baik jika orang tuanya tidak memiliki pengetahuan dan tidak mengetahui hikmah dari anak itu sendiri sebagai orang tuanya. 

III. PENUTUP
 A.Kesimpulan
Keluarga bertanggung jawab memelihara, merawat, melindungi, dan mendidik anak agar tumbuh dan berkembang dengan baik. Dari penjelasan tentang “Pendidikan Dasar dalam Rumahtangga” di atas dapat disimpulkan bahwa rumahtangga sebagai lembaga pertama dan utama  tempat pendidikan dan perkembangan anak, maka kedua orang tua yang berperan sebagai pendidik hendaklah wajib mengasuh dan membimbing anak-anaknya, agar mejadi manusia yang tunduk dan patuh kepada Allah Swt.
Ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak terkait dengan pendidikan,diantaranya, pola asuh misalnyajenis pola asuh demokratis, otoriter, permisif atau penelantar dan prinsip pola asuh.Rumahtangga berfungsi sebagai lembaga pendidik pertamadan bertanggungjawab atas perkembangan anak-anaknya.
Adapun pendidikan yang harus dipersiapkan oleh orangtua mulai dari pendidikan sebelum lahir (prenatal) yang dimulai dari pemberian asupan makanan yang halal dan membiasakan untuk melakukan kebaikan sesuai dengan tuntunan agama. Dan dilanjutkan dengan pendidikan setelah anak lahir (post natal) meliput:
1) mengadzankan ketika bayi lahir;
2) memberikan ASI selama masa susuan;
3) memberi  nama yang baik;
 4) mengaqiqahkan;          
 5) mengkhitan membiasakan anak menunaikan shalat sejak usia dini melalui keteladanan orang tua ;
6) menuntun dan mengajarkan al-Qur,an;                     
7) membiasakan kepada sikap yang baik yang sesuai dengan tuntunan agama.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Lingkungan adalah sesuatu yang dapat mempengaruhi individu, baik yang berasal dari dalam diri individu  maupun yang berasal dari luar diri individu (external individu). Rumahtangga berfungsi sebagai lembaga pendidik pertama dan bertanggungjawab atas perkembangan anak-anaknya. Makalah ini tentu masih jauh dari kesempurnaan, karenanya kritik dan koreksi akan kami terima dengan dada lapang.









                                             Daftar Pustaka
Al-Jamali, Muhammad Fadhil, 1996,  Filsafat  Pendidikan dalam Al-Qur’an, Surabaya: Bina Ilmu.

Al-Syaibani,MohammadalToumy,,1979,FilsafatPendidikanIslamterj.hasanHasanLanggulung, Jakarta:Bulan Bintang.

Azra ,Azyumardi, , 1999, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru ,Jakarta: Logos Wacana Ilmu.

Bakry,Sidi Nazar, 1993). Kunci Keutuhan Rumah Tangga, (Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya.

Bambang ,Widianto, , 2010, Keluarga dan Akulturasi Anak, dalam Karlinawati Silalahi dan Eko A. Meinarno (ed), Keluarga Indonesia: Aspek dan Dinamika Zaman, Jakarta; Raja Grafindo Persada.

Clemes,Harris, ,1996, Mengajarkan Disiplin Kepada Anak,(Jakarta:Mitra Utama.

Daulay, Haidar Putra, 2014, Pendidikan Islam dalam Perspektf Filsafat,  Jakarta: Kencana.

Depdikbud, ,1988, Kamus Besar Bahasa Indonesia,Jakarta:Balai Pustaka.

---------------, 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Bulan Bintang.

Desmita, 2010,Psikologi Perkembangan peserta didik, Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Djamarah, Syaiful Bahri, 2004. Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam Keluarga, Jakarta: Rineka Cipta,

Donelson,Elaine1990,Asih,Asah,Asuhdan,Keutamaan,Wanita,Jogyakarta;kanisius.   

DKK.,Zainuddin, 1991.  Seluk-Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, (Jakarta: Bumi Aksara.

D.,Gunarsa,Singgih ,D. Gunarsa dan Ny. Y Singgih,1995 , Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.

Highest, Gilbert, 1969 Seni mendidik,Terj.Soewantojo,Bandung:Sumber Ilmu.
     




Irwanto, Danny I. Yatim,1991, Kepribadian Keluarga Narkotika, Jakarta : Arcan,.

Jamal,Zahara Idris dan Lisma, 1992.Pengantar Pendidikan, Jakarta : Gramedia Widiasarana.

Jalaluddin, 2001. Teologi Pendidikan Jakarta,raja Grafindo Persada.
---------------2015Mempersiapkan Anak Sholeh Menelusuri Tuntunan dan Bimbingan SAW Palembang:Noerfikri Offset.

K., Abdullah, M.,Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Terpadu, (Jakarta; Sandro Jaya,2007).

Kartono, Kartini, 1992, Peran Orang Tua dalam Memandu Anak , Jakarta: Rajawali Press.

Mayasari Oei, 2010. Kekuatan Mendidik Tanpa Kekerasan, Dalam Karlina Silalahi dan Eko A. Meinarno (Ed.), Keluarga Indonesia : Aspek dan Dinamika Zaman, (Jakarta; Raja Grafindo Persada

Meinarno,Eko A. 2010, Konsep Dasar Keluarga, Dalam Karlina Silalahi dan Eko A. Meinarno (Ed.),  Keluarga Indonesia : Aspek dan Dinamika Zaman, Jakarta; Raja Grafindo Persada,

Nata,Abudin 2010,Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:Prenada Media.

Nata, Abudin, 2014,Sosiologi  Pendidikan Islam (Jakarta:Raja GrafindoPesada,

Poerwadarminta, WJS. 1979,Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,

.-------------------- KamusUmumBahasaIndonesia,Jakarta:Gramedia.

Ramayulis, 1998,  Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia

Thalib,M, 40 , 1995,Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Anak , Bandung: Irsyad Baitus Salam.

Umar, Bukhari , 2014,Hadits Tarbawi; Pendidikan dalam Pespektif Hadits, Jakarta: Amzah,.

Yunus,H. A. 1999,  Filsafat Pendidikan , Bandung: CV. Citra Sarana Grafika, 1999.    

Yusuf, Kadar . 2013M., Tafsir Tarbawi; Pesan-pesan Al-Qur’an Tentang Pendidikan, Jakarta:  Amzah.





                            













[1] Jalaluddin,Mempersiapkan Anak Sholeh Menelusuri Tuntunan dan Bimbingan SAW (Palembang:Noerfikri Offset,2015),hal.85.
[2] Ibedem, Jalaluddin,Mempersiapkan Anak Sholeh,  hal.85
[3] Sidi Nazar Bakry, Kunci Keutuhan Rumah Tangga, (Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 1993), h. 26
[4] Ibedem, Jalaluddin,Mempersiapkan Anak Sholeh,  hal.85
[5] W.J.S.Poerwadarminta,Kamus UmumBahasa Indonesia,(Jakarta:Gramedia,1979),101
[6] Abudin Nata,Ilmu Pendidikan Islsm (Jakarta:Prenada Media,2010),hal 27.
[7] Ramayulis,  Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1998), hlm. 1.
[8]. Ibedem. Abudin Nata,Ilmu Pendidikan Islsm (Jakarta:Prenada Media,2010),hal 7. 

[9] Abudin Nata,Sosiologi  Pendidikan Islam (Jakarta:Raja GrafindoPesada,2014),hal 27.
[10] Poerwadarminta, WJS.,Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1 976), hlm. 250.
[11] H. A. Yunus, Filsafat Pendidikan , (Bandung: CV. Citra Sarana Grafika, 1999), hlm. 7-9.
[12]Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm.3.
[13] Abdullah, M.K., Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Terpadu, (Jakarta; Sandro Jaya,2007), hlm. 130.
[14] Sidi Nazar Bakry, Kunci Keutuhan Rumah Tangga, (Jakarta : Pedoman Ilmu  Jaya, 1993), hal.26.
[15] https://id.wikipedia.org/wiki/Rumah_tangga
[16] Mayasari Oei, Kekuatan Mendidik Tanpa Kekerasan, Dalam Karlina Silalahi dan Eko A. Meinarno (Ed.), Keluarga Indonesia : Aspek dan Dinamika Zaman, (Jakarta; Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 72.
[17] Bambang Widianto, Keluarga dan Akulturasi Anak, dalam Karlinawati Silalahi dan Eko A. Meinarno (ed), Keluarga Indonesia: Aspek dan Dinamika Zaman, (Jakarta; Raja Grafindo Persada, 2010), hlm.152
[18]Eko A. Meinarno, Konsep Dasar Keluarga, Dalam Karlina Silalahi dan Eko A. Meinarno (Ed.),  Keluarga Indonesia : Aspek dan Dinamika Zaman, (Jakarta; Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 3
[19] Op.Cit.Hal.72.
[20] Eko A. Meinarno, op. cit., hlm. 7.
[21] Jalaluddin, op. cit., hlm. 87.
[22] Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi; Pesan-pesan Al-Qur’an Tentang Pendidikan, (Jakarta:  Amzah, 2013), hlm.153.
[23] Zainuddin, DKK.,Seluk-Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hlm. 99.
[24] Muhammad Tholhah Hasan, Islan dan Masalah Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Lantabora Press, 2005), hlm. 13-14.
[25] Bukhari Umar,  Hadits Tarbawi; Pendidikan dalam Pespektif Hadits, (Jakarta: Amzah, 2014), hlm.168.
[26]Ibid., hlm. 168-169.
[27] Muhammad Fadhil Al-Jamali, Filsafat  Pendidikan dalam Al-Qur’an, (Surabaya: Bina Ilmu, 1996), hlm. 17.
[28] Jalaluddin, op. cit., hlm. 88.
[29] Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Perspektf Filsafat,  (Jakarta: Kencana, 2014), hlm. 117-118
[30] http://almanar.co.id/keluarga/urgensi-keluarga-dalam-islam.html
[32] Depdikbud,Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta:Balai Pustaka,1988) hal. 54
[33] Ibedem.Hal.692.
[34] Elaine Donelson,Asih,Asah,Asuhdan Keutamaan Wanita,(Jogyakarta;kanisius,1990.)hal.5. 
[35] Gilbert, Highest,Seni mendidik,Terj.Soewantojo,(Bandung:Sumber Ilmu,
   1969),hal.137.
[36] Harris Clemes,Mengajarkan DisiplinKepada Anak,(Jakarta:Mitra Utama,1996)hal
[37] Gilbert, Highest,Seni mendidik,Terj.Soewantojo,(Bandung:Sumber Ilmu,
   1969),hal.137.
[38] Mohammad  al-Toumy al-syai-bani,Filsafat Pendidikan Islam terj.hasan Hasan Langgulung,(Jakarta:Bulan
Bintang,1979),hal. 141.
[39]Prof. DR.H.Jalaluddin,Teologi Pendidikan (Jakarta,raja Grafindo Persada:2001),hal.13.
[40]Op.cit.Hal.186-187
[41]Op.Cit.hal. 5-7.
[42] Ibedem,hal.204

[44]Zahara Idris dan Lisma Jamal, Pengantar Pendidikan ( Jakarta : Gramedia Widiasarana, 1992), Cet. Ke-2,hal 88.
[45]Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : bulan Bintang,1996), Cet Ke-15, h. 692
[46]Singgih D. Gunarsa dan Ny. Y Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1995), Cet. Ke-7, h. 87

[47]Syaiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam Keluarga, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004) h, 18-20
[48]Zahara Idris dan Lisma Jamal, Pengantar Pendidikan, ( Jakarta : Gramedia Widiasarana,1992), Cet. Ke-2, h.89-90
[49]M. Thalib, 40 Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Anak , (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 1995) h. 7-9
[50] Danny I. Yatim-Irwanto, Kepribadian Keluarga Narkotika, (Jakarta : Arcan, 1991) Cet. Ke-1, h.97
[51]Kartini Kartono, Peran Orang Tua dalam Memandu Anak , (Jakarta: Rajawali Press, 1992) h. 3
[52] Ibed,hal. 20.
[53]Desmita, Psikologi Perkembangan peserta didik, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), cet.2, h 28
[54]Desmita, Psikologi Perkembangan peserta didik, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), cet.2, h. 32
[55]Desmita, Psikologi Perkembangan peserta didik,, h.27-33

Tidak ada komentar:

Posting Komentar